Selasa, 17 April 2012

survey Lahan Gambut Akasia


SURVEI DAN PENILAIAN BEBERAPA SIFAT FISIK  DAN KIMIA TANAH PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI TEPIAN LAHAN UHT Acacia sp PADA AREAL PT.BAP SUNGAI BAUNG KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN


Latar Belakang
            Rawa merupakan areal cekungan di dataran rendah yang tergenang secara permanen hampir atau sepanjang tahun akibat limpasan sumber air (sungai, danau, air laut) terutama di musim penghujan. Rawa yang di pengaruhi pasang surutnya air laut disebut rawa pasang surut, sedangkan yang tidak terpengaruh disebut rawa lebak (Soedibjo, 1978 dalam Hanafiah, 1992).
Bentang kawasan lahan rawa pasang surut itu di Sumatera Selatan meliputi luasan 1,9 juta hejtar, yaitu 18% dari luas propinsi ini atau sekitar 15%  keseluruhan lahan pasang surut yang ada di kepulaan nusantara. Kawasan lahan rawa lebak lebih sedikit adanya, yaitu sekitar 1,1 juta hektar ( 11% dari luas propinsi) atau 4% dari lahan sejenis yang ada di negeri ini (Sjarkowi, 1989).
            Lahan gambut dinilai tidak saja marginal, tetapi juga fragile. Tingkat kesuburannya ditentukan oleh sifat fisik, kimia, dan kematanganya. Beberapa sifat dan prerilaku tanah gambut berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman (Soeprptohardjo dan Dreissen, 1976).
Menurut Jansen et al,. (1994), teknologi penginderaan jauh (inderaja) sangat bermanfaat untuk identifikasi dan inventarisasi sumberdaya alam dan penggunaan lahan gambut. Untuk identifikasi dan inventarisasi lahan rawa gambut, beberapa kriteria yang dapat dipakai antara lain : jenis vegetasi, penggunaan lahan (existing landuse), topografi/relief dan kondisi drainase/ genangan air. Teknologi inderaja cocok untuk diterapkan di negara kepulauan seperti Indonesia, dimana banyak pulau-pulaunya yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau. Citra satelit mampu mempertinggi kehandalan dan efisiensi pengumpulan data/ informasi wilayah rawa (gambut) dan lingkungannya (Lillesand and Keifer, 1994). Namun demikian tetap harus disertai adanya pengecekan atau pengamatan lapang.
Karakteristik pohon akasia pada umumnya selalu hijau, tingginya dapat mencapai 30 m apabila tumbuh pada tanah yang subur kecuali apabila akasia tumbuh pada tempat yang kurang subur maka akasia tumbuh lebih kecil antara 7 m samapai 10 m. Akasia merupakan jenis unggulan dalam pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia dari 2,5 juta hektar hutan tanaman yang ada di Indonesia, lebih dari 1 juta hektar adalah hutan tanaman akasia (Arisman, 2005).
Lahan rawa pasang-surut dan lebak di areal PT. Bumi Andalas Permai (seluas 8.905 ha) merupakan areal yang relatif datar sehingga didominasi oleh 4 jenis tanah utama, yaitu Histosol (tanah gambut), Aluvial (tanah mineral endapan sungai), Tanah Sulfat Masam (tanah mineral endapan laut) dan Tanah Salin (tanah mineral kaya garam) yang setara dengan Inceptisol (jika sudah mulai berkembang) dan Entisol (jika belum berkembang). Tanah di areal ini relatif homogen dengan hamparan yang cukup luas. Lahan PT. Bumi Andalas Permai didominasi oleh tanaman akasia, oleh karena itu perlu adanya survey analisis lahan sehingga dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan dari lahan perkebunan tersebut. Survai yang akan dilakukan cukup pada skala Tinjau (satu titik boring per 25 – 50 ha dengan satu sampel  (1-2 lapisan) per 1 – 2,5 km2 (100 – 250 ha) dan 1 profil (4 lapisan) per 1.000 – 2.500 ha untuk menghasilkan peta berskala 1:100.000.


Tujuan
            Praktik lapangan ini bertujuan untuk menilai beberapa sifat fisik tanah rawa pasang surut, antara lain tekstur lapangan, struktur lapangan, warna, kedalaman efektif dan sifat kimia yang berupa pH lapangan, tingkat kematangan gambut, kedalaman pirit di lapangan pada tepian lahan UHT Acacia.sp pada areal PT.BAP Sungai Baung

TINJAUAN PUSTAKA
A. Sifat Fisik Tanah
            Pengertian tanah secara umum adalah tumbuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya di permukaan bumi. Tumbuh alam ini dapat berdiferensasi membentuk horizon-horizon mineral maupun organic yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifatnya dari bahan induk yang terletak di bawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologisnya (Hakim et al., 1986).
            Fungsi pertama tanah sebagai media tumbuh adalah sebagai tempat akar mencari ruang untuk berpenetrasi, baik secara lateral atau horizontal maupun secara vertikal. Kemudahan tanah untuk di penetrasi ini tergantung pada ruang pori-pori yang yang terbentuk diantara partikel-partikel tanah (tekstur dan struktur) sedangkan stabilitas ukuran ruang ini tergantung pada konsistensi tanah terhadap pengaruh tekanan. Kerapatan porositas tersebut menentukan kemudahan air untuk bersirkulasi dengan udara (drainase dan aerasi). Sifat fisik lain yang penting adalah warna dan suhu tanah. Warna mencerminkan jenis mineral penyusun tanah, reaksi kimiawi, intensitas pelindian dan akumulasi bahan-bahan yang terjadi, sedangkan suhu merupakan indikator energi matahari yang diserap oleh bahan-bahan penyusun tanah (Hanafiah, 2005).
            Beberapa sifat fisik tanah yang penting adalah tekstur, struktur, warna, dan kedalaman efektif sebagai berikut:

1. Tekstur

            Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi-fraksi pasir, debu, liat yang dinyatakan dalam persen (%). Tekstur tanah sangat penting untuk diketahui, oleh karena itu komposisiketiga fraksi-fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisika, fisika-kimia, kimia tanah. Sebagai contoh besarnya di lapangan, pertukaran ion-ion dalam tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah. Adapun pengertian tanah itu sendiri adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran, penompang tegaknya tanaman serta media menyuplai kebutuhan nutrisi hara bagi tanaman (Hakim et al., 1886).
            Tekstur tanah merupakan sifat yang hampir tidak berubah. Perubahan tekstur dalam lapisan tanah mungkin terjadi karena perpindahan atau berkembangnya lapisan permukaan baru. Karena sifatnya yang relatif tetap dalam jangka waktu tertentu, maka tekstur tanah sudah lama menjadi dasar klasifikasi fisika tanah. Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan dengan perbandingan proporsi relatif antara fraksi pasir (berdiameter 2,00 – 0,20 mm), debu (berdiameter 0,20-0,0002 mm), dan liat (berdiameter < 2 μm). Partikel yang berukuran diatas 2 mm seperti krikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah. Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas tekstur yaitu : pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung berdebu, debu, liat berpasir, liat berdebu, liat (Hanafiah, 2005).

2. Struktur

            Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah, akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur disebut Ped (terbentuk karena prose salami). Clod juga merupakan unit gumpalan tanah, tetapi terbentuknya bukan karena proses alami, misalnya karena pencangkulan, tusukan pisau dan lain-lain (Hardjowigeno, 1993).
            Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman yang berpenetrasi dan mengabsorpsi (menyerap) hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik (Hanafiah, 2005).
            Susunan dan organisasi partikel-partikel pada tanah disebut setruktur tanah. Karena partikel tanah berbeda dalam hal bentuk, ukuran dan orientasinya, bisa berhubungan atau mengumpul dengan beberapa cara, massa partikel-partikel ini bisa membentuk konfigurasi yang tidak teratur, yang kadang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mencirikan tanah tersebut dalam geometri yang pasti. Kerumitan lain adalah sifat bawaan yang tidak setabil serta selalu berubah bergantung waktu dan ketidak seragaman dalam ruang. Struktur tanah sangat di pengaruhi oleh perubahan iklim, aktivitas biologi, dan praktik pengelolaan tanahserta sangat peka terhadap gaya-gaya perusak mekanis (Susanto dan Purnomo, 1996).

3. Warna

            Warna merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak di gunakan untuk pendeskripsian karakter tanah, karenan tidak mempunyai efek langsung terhadap tanaman tetapi secara tidak langsung berpengaruh lewat dampaknya terhadap temperatur dan kelembapan tanah. Warna tanah merupakan komposit (campuran) dari warna-warna komponen-komponen penyusunnya. Efek komponen-komponen warna komposit ini secara langsung proposional terhadapa total permukaan tanah yang setara dengan luas permukaan spesifik dikali proporsi volumetrik masing-masingnya terhadap tanah, yang bermakna materi kloidal mempunyai dampak terbesar dalam perubahan warna tanah (Hanafiah, 2005).
            Warna tanah merupakan petunjuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah di pengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam warna tanah tersebut. penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Warna tanah di tentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang terdapat dalam buku Munsell Soil Colour Chat. Dalam warna baku ini, warna disusun oleh tiga variable yaitu hue, value, chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum (Hardjowigeno, 1993).


4. Kedalaman Efektif

            Kedalaman efektif suatu profil merupakan kedalaman maksimum yang dapat di tembus akar. Kedalaman ini ditentukan oleh adanya batasan horizon yang mencegah atau menghalangi penetrasi akar kebawah (Young, 1976).
Menurut Hardjowigeno (1993), kedalaman efektif adalah kedalaman sampai krikil, padas, dan plinthit, yang di kelompokkan sebagai berikut:
K0       = dalam                       : > 90 cm
K1       = sedang                      : 90 - 50 cm
K2       = dangkal                    : 50 - 25 cm
K3       = sangat dangkal         : < 25 cm
Banyak akar tergantung pada banyaknya kandungan air, udara dan zat hara tanaman dalam horizon tanah. Jika tanah kekurangan air (kekeringan) maka akar tanaman akan sulit menyerap mineral dan tanah. Sebab dengan adanya air, unsur - unsur hara dapat larut dan tersedia bagi tanaman (Risza, 1994).

B. Sifat Kimia Tanah
1. pH Tanah
            Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Ketersediaan unsur-unsur hara dalam tanah pada kondisi reaksi asam-basa (pH). Setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang berbeda-beda, pengetahuan tentang pengaruh pH terhadap pola ketersediaan hara tanah dapat di gunakan sebagai acuan dalam pemilihan tanaman yang sesuai pada suatu jenis tanah (Hanafiah, 2005).
Larutan tanah merupakan air tanah yang mengandung ion terlarut yang diperlukan oleh tanaman. Konsentrasi ion terlarut ini sangat beragam dan tergantung dari jumlah ion terlarut serta jumlah bahan terlarut. Dalam keadaan kering dimana air banyak menguap maka konsentrasi garam akan meningkat, sebaliknya dalam keadaan banyak air konsentrasi garam akan berubah secara drastis. Sifat reaksi kimia tanah adalah masam, netral dan basa. pernyataan ini didasarkan oleh jumlah ion H+ dan OH- didalam larutan tanah. Bila di dalam tanah ditemukan ion H+ lebih banyak daripada ion OH- maka tanah tersebut dikategorikan sebagai tanah masam, begitupula sebaliknya (Donahue et al.,1977).
            pH merupakan perbandingan larutan dalam tanah. Pada penetapan pH ada perbedaan suspensi untuk mengukur pH, kita dapat menggunakan alat yang disebut pH meter atau juga menggunakan dengan kertas lakmus. Tanaman pertanian mempunyai respon yang berbeda terhadap pH, kebanyakan tanaman tumbuh baik pada tanah dengan pH 6 – 6,5 (Poerwowidodo. 1992).
            Tanah dilingkungan tropika basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan sebagai ciri khas sebagian besar wilayah di Indonesia. Tanah seperti ini tersebar dibeberapa daerah diluar pulau Jawa, seperti Sumatra dan Kalimantan. Di Sumatra terdapat sekitar 21 juta ha, Kalimantan 15,5 juta ha, dan jawa 2 juta ha, atau sekitar 29% dari total wilayah Indonesia. Tanah-tanah tersebut didominasi oleh tanah 0xisol dan ultisol yang dicirikan oleh kandungan bahan organik yang rendah, jerapan P yang tinggi, kandungan Nitrogen yang rendah, Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah, serta keracunan Alumunium dibagian lapisan bawah (Buckman dan Brady, 1982).
2. Tingkat Kematangan Gambut
Menurut Hardjowigeno (1993) gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30 %, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang daripada 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan2 organik seperti dedaunan, ranting serta semak belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan anaerob.
Berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe :
  1. Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 – 1.0 m
  2. Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 – 2.0 m 
  3. Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 – 3.0 m
4.      Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0 m
Selanjutnya berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
  1. Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi
  2. Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang
  3. Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami tingkat dekomposisi lanjut.
Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah pula

C. Rawa Pasang Surut
Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,10 juta ha pada awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salin) dan air payau. Dengan adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai daratan yang merupakan bagian dari delta sungai. Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung olehair laut waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping pasang surut harian dari laut. Di wilayah pasang surut terdapat dua jenis tanah utama, yaitu tanah mineral (mineral soils) jenuh air dan tanah gambut (peat soils) (Sutanto, 1998).
                Beradasarkan tinggi rendahnya luapan air pasang, lahan rawa dibagi menjadi empat tipe luapan yaitu tipe A, B, C, dan D. Ketinggian pasang tergantung pada musim, tipe luapan wilayah dan posisi dari sungai atau saluran. Lahan tipe A teluapi minimum 4 sampai 5 kali per siklus pasang purnama baik musim hujan maupun musim kemarau. Lahan tipe B terluapi minimum 4 sampai 5 kali per siklus pasang purnama hanya pada musim hujan saja. Lahan tipe C dan D tidak dapat terluapi pasang baik pasang musim hujan maupun pasang musim kemaru, tetapi pada lahan kategori C muka air tanahnya masih dipengaruhi oleh pasang surut sedangkan lahan tipe D tidak dipengaruhi (Engelstad,1997).

D. Akasia
            Klasifikasi Akasia menurut Tjiptrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia sp
Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu akasia, yaitu untuk bahan perekat, kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar & arang) untuk finir, serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan jendela (Arisman, 2005).
Akasia menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Akasia termasuk jenis yang cepat tumbuh, pohonnya berumur pendek (30-50 tahun) dapat beradaptasi terhadap tanah asam dengan pH (4.5 - 6.5). Pohon akasia tidak toleran terhadap musim dingin dan naungan. Akasia dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur yang baik drainasenya, dan dapat juga tumbuh pada lahan yang miskin hara, berbatu dan tanah yang mengalami erosi, bahkan yang jelek drainasenya. Akasia tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahunnya. Tanaman ini merupakan jenis pionir yang cepat tumbuh dan memiliki daun yang lebar. Untuk mendukung pertumbuhannya akasia sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan pertumbuhannya kurang sempurna hal ini dapat mengakibatkan bentuk batang menjadi tinggi dan kurus (Kurniawan, 2008).
Karakteristik pohon akasia pada umumnya selalu hijau, tingginya dapat mencapai 30 m apabila tumbuh pada tanah yang subur kecuali apabila akasia tumbuh pada tempat yang kurang subur maka akasia tumbuh lebih kecil antara 7-10 m. Pohon akasia kadang - kadang memiliki bentuk silindris pada batang bagian bawah dan diameternya dapat mencapai ± 50 cm. Pohon akasia yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari cokelat gelap sampai cokelat terang. Pada umumnya kulit akasia kasar dan beralur, memiliki warna abu-abu atau coklat, rantingnya kecil seperti sayap dan daunnya besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm berwarna hijau gelap, bunganya berganda dan memiliki warna putih atau kekuningan, panjangnya mencapai 10 cm dan bentuknya tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk (Lee, 2002).

PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
             Praktik lapangan ini dilaksanakan di tepian lahan UHT akasia PT. Bumi Andalas Permai (BAP) Sungai Baung Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Praktik lapangan ini berlangsung dari November 2010 sampai Desember 2010.

B. Bahan dan Alat
             Bahan yang digunakan dalam praktik lapangan ini adalah 1) kantong plastik, 2) kertas label, 3) peroksida, dan 4) kertas lakmus.
             Peralatan yang di gunakan untuk peraktik lapangan ini adalah peta dasar lokasi praktik lapangan, 2) meteran, 3) Munsell Soil Coloul Cart, 4) Bor Belgie, 5) Bor Gambut, 6) GPS, 7) Pisau lapangan, dan 9) Peralatan lainnya.

C. Metode Praktik Lapangan
Survai dilakukan pada skala tinjau mendalam (semi detail) dengan pola penyebaran dan batas wilayah ditentukan berdasarkan survai pendahuluan selaras peta-peta dasar yang tersedia (1:100.000).
Pada survai utama, boring dilakukan per 25 – 100 ha (rata-rata per 50 ha) dan sampel tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm pada setiap 200 – 500 ha (1 – 2,5 km2) (rata-rata per 325 ha), sedangkan profil gali ada 50 (sampel 20 x 4 lapisan) dengan sistim jalur (jarak antar jalur 1 – 2,5 km).  Dengan distribusi boring, sampel tanah atas (topsoil) dan sampel lapisan profil tertera sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi titik pengamatan dan sampel tanah, serta perkiraan waktu
No.
Distrik
Luas (ha)
Titik boring
Titik Sampling Tanah atas
(2 lapisan)
Profil
(4 lapisan)
Waktu
(hari)



Sungai baung,

800

40

3


2


6

Faktor pembatas yang menjadi kreteria penilaian dalam praktik lapangan ini adalah tekstur lapangan, steruktur lapangan, Warna, pH lapangan, kedalaman efektif dan tingkat kematangan gambut.

D. Cara Kerja
1. Sebelum Pekerjaan Lapangan
             Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah studi pustaka. pengadaan peta, pengumpulan data dan informasi daerah praktik lapangan serta penentuan titik pengeboran.

2. Pekerjaan Lapangan
             Pada tahap ini terdiri dari dua kegiatan yaitu survei pendahuluan dan survei utama. Survei pendahuluan bersifat orientasi atau penjajakan yang meliputi kegiatan sebagai berikit:
  1. Penjajakan daerah survei untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi lapangan.
  2. Melakukan pengamatan penggunaan lahan dan kondisi lingkungan berdasarkan peta dasar yang tersedia.
             Pada waktu melakukan survai utama kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
  1. Pengamatan vegetasi, mempersiapkan dan memberikan tanda pada setiap daerah yang akan dilakukan pengamatan dan pengeboran.
  2. Pengeboran sebanyak 40 titik dengan kedalaman 120 cm sekaligus penentuan tekstur dengan metode perasa, struktur di lapangan, kedalaman efektif, pengamatan warna,  pH,  serta pengamatan kedalaman gambut.

3. Setelah Pekerjaan Lapangan
             Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini:
  1. Pengolahan data sekunder berupa iklim, cuaca, penutup lahan dan vegetasi disekitar lahan perkebunan akasia
  2. Penyusunan rekomendasi penilaian sifat fisik tanah
  3. Penyusunan laporan

 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lokasi Praktik Lapangan
Lokasi areal PT. Bumi Andalas Permai seluas ± 184.585 terbagi dalam dua unit, yaitu Unit satu seluas 145.262 hektar dan Unit dua seluas 39.323 hektar, yang seluruhnya termasuk dalam kelompok hutan S. Simpang Heran – S. Beyuku II. Sebagian besar areal merupakan lahan basah berupa lahan gambut bekas terbakar. Berdasarkan daerah aliran sungai (DAS) kedua unit areal tersebut berada pada DAS Sugihan, SubDAS Riding, SubDAS Lumpur dan SubDAS Lebong Hitam. Secara administrasi pemerintahan, areal tersebut berada di wilayah Kecamatan Air Sugihan dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Propinsi Sumatra Selatan, sedangkan menurut wilayah kelompok hutannya termasuk KPH / CDK wilayah Timur Tulung Selapan, Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatra Selatan.

B.     Batas Areal Praktik Lapangan
Secara geografis, letak Kedua unit areal PT. Bumi Andalas Permai  adalah sebagai berikut :
Unit I              : 1050 12’ BT – 1050 36’ BT
20 33’ LS – 20 55’ LS
Unit II             : 1050 51’ BT – 1060 01’ BT
30 01’ LS – 30 18’ LS
Batas-batas administrasi areal PT. Bumi Andalas Permai adalah sebagai berikut :
Unit I :
- Sebelah Utara:          Hutan Produksi Kelompok Hutan S. Simpang Heran - S. beyuku 
- Sebelah Selatan:        Kelompok Hutan S. Simpang Heran – S. beyuku I/ HPH PT. SBA Wood Industries        
- Sebelah Timur:          S. Sugihan
- Sebelah Barat:           HL S. Mesuji – S. Lumpur
Unit II :
- Sebelah Utara              : HL S. Mesuji – S. Lumpur
- Sebelah Selatan            : S. Riding/Kuala Dua Belas
- Sebelah Timur              : Hutan Mangrove/ Selat Bangka
 - Sebelah Barat               : HPH PT. SBA Wood Industries
C. data pengamatan lapangan

1.      Data Pengamatan lapangan Distrik S. baung Transek 1
Tabel 2.  Pengamatan Lapangan Koordinat, Vegetasi, Tekstur Distrik S. baung Transek 1
Titik
Koordinat
tekstur
vegetasi
Sampel
X
Y
lap I
lap II
lap III
lap IV
dominan
Titik 1
531568
9697248
lempung berdebu
lempung berliat
liat
-
Blidang
Titik 2
531745
9697408
lempung berpasir
lempung berliat
liat
-
Blidang
Titik 3
531998
9697456
lempung  berpasir
lempung berdebu
liat
-
Blidang
Titik 4
532231
9697434
lempung berpasir
lempung berdebu
liat
-
Blidang
Titik 5
532496
9697464
lempung berpasir
Liat berdebu
liat
-
Blidang
Titik 6
532743
9697431
lempung berdebu
lempung liat berdebu
liat
-
Blidang
Titik 7
533067
9697442
lempung berdebu
lempung liat berdebu
liat
-
Blidang
Titik 8
533305
9697310
lempung berdebu
lempung berliat
liat
-
Blidang
Titik 9
533649
9697420
lempung berdebu
lempung berliat
liat
-
Blidang
Titik 10
533942
9697433
lempung berpasir
liat berpasir
liat
-
Blidang
Titik 11
534236
9697456
lempung berpasir
liat berpasir
liat
-
Blidang
Titik 12
534442
9697445
lempung berdebu
lempung berdebu
lempung berliat
-
Blidang
Titik 13
534668
9697450
lempung berdebu
lempung berdebu
liat
-
Blidang
Titik 14
534905
9697437
-
lempung berliat
Lempung berliat
-
Blidang
Titik 15
535134
9697464
-
Liat
liat
-
Blidang
Titik 16
535354
9697462
-
lempung berliat
Lempung berliat
-
Blidang
Titik 17
535568
9697464
-
Liat
Lempung berliat
-
Blidang
Titik 18
535871
9697468
-
Liat
liat
-
Blidang
Titik 19
536092
9697477
-
lempung berliat
liat
-
Blidang
Titik 20
536313
9697467
-
-
liat
-
Pakis
Titik 21
536529
9697469
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 22
536738
9697461
-
-
liat
-
Pakis
Titik 23
536947
9697465
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 24
537142
9697467
-
-
liat
-
Pakis
Titik 25
537348
9697465
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 26
537557
9697469
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 27
537760
9697461
-
-
liat
-
Pakis
Titik 28
537968
9697472
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 29
538173
9697478
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 30
538379
9697472
-
-
liat
-
Pakis
Titik 31
538569
9697478
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 32
538772
9697469
-
-
liat
-
Pakis
Titik 33
538981
9697462
-
-
liat
-
Pakis
Titik 34
539179
9697464
-
-
liat
-
Pakis
Titik 35
539380
9697467
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 36
539578
9697467
-
-
lempung berliat
-
Pakis
Titik 37
539771
9697470
-
-
-
-
Pakis
Titik 38
539968
9697469
-
-
-
-
Pakis
Titik 39
541067
9697470
-
-
-
-
Pakis
Titik 40
541270
9697474
-
-
-
-
Pakis

Berdasarkan dari hasil yang didapat, maka daerah rawa tempat praktik lapangan ini didominasi oleh vegetasi blidang dan pakis-pakisan. Hal ini disebabkan karena daerah rawa lebak dengan karakteristiknya seperti memiliki pH masam (4,0) memungkinkan vegetasi seperti blidang dan pakis-pakisan dapat tumbuh dengan baik.
Dari hasil pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa pada lapisan I dari titik 1 – 12 di dominasi oleh tekstur lempung berdebu dan lempung berpasir, sedangkan untuk titik 13 – 40 tidak memiliki tekstur tanah, ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi sehingga di golongkan kedalam tanah gambut.
Sedangkan pada lapisan II dapat dilihat bahwa tekstur tanah dari titik 1 – 19 di dominasi oleh tekstur lempung berdebu, lempung berliat, liat, liat berdebu hal ini disebabkan mulai melambatnya drainase pada lapisan tersebut, sehingga tanah cendrung lebih terang, sedangkan dari titik 20 – 40 merupakan tanah gambut.
Pada lapisan III tekstur tanah di dominasi oleh liat dan lempung berliat. Pada lapisan ini merepakan lapisan kedalaman efektif, karena pada lapisan ini ruang pori semakin mengecil sehingga akar tanaman sulit untuk masuk kedalam tanah, biasanya warna yang terkandung pada lapisan ini cinderung lebih terang di bandingkan lapisan diatasnya. pada lapisan III ini didapat kandungan gambut yaitu pada titik 37-.40.
Umumnya daerah rawa memiliki lapisan seperti lapisan tanah organik dan lapisan tanah mineral. Lapisan tanah organik seperti organosol (gambut) tidak mempunyai tekstur karena terbentuk dari pelapukan jaringan-jaringan organisme seperti sisa-sisa tumbuhan (ranting, dedaunan, batang dan serasah) yang terdekomposisi menurut reaksi-reaksi biokimia, sehingga tidak ada komponen tekstur (pasir, liat dan debu) yang terbentuk. Sedangkan pada tanah-tanah mineral mempunyai tekstur, karena tanah mineral membentuk partikel-partikel tanah yang disusun oleh butir-butir tunggal sehingga membentuk suatu agregat tanah utuh yang diikat oleh bahan organik dan zat-zat kimia lainnya.





Tabel 3. pengamatan lapangan kedalaman lapisan, pH tanah Distrik S. baung Transek 1
Titik
kedalaman lapisan
pH lapangan
Sampel
Lapisan I
lapisan II
lapisan III
lapisan IV
Titik 1
0 - 30 cm
30 - 60 cm
> 60 cm
-
4
Titik 2
0 - 20 cm
20 - 60 cm
> 60 cm
-
4
Titik 3
0 - 35 cm
35 - 60 cm
> 60 cm
-
4
Titik 4
0 - 30 cm
30 - 50 cm
> 50 cm
-
4
Titik 5
0 - 30 cm
    30 – 50 cm
> 50 cm
-
4
Titik 6
0 - 30 cm
30 - 70 cm
> 70 cm
-
4
Titik 7
0 - 30 cm
30 - 60 cm
> 60 cm
-
4
Titik 8
0 - 35 cm
35 - 65 cm
> 65 cm
-
4
Titik 9
0 - 30 cm
30 - 60 cm
> 60 cm
-
4
Titik 10
  0 - 7 cm
7 - 12 cm
> 12 cm
-
4
Titik 11
0 - 10 cm
10 - 30 cm
> 30 cm
-
4
Titik 12
0 - 10 cm
10 - 20 cm
> 20 cm
-
4
Titik 13
0 - 20 cm
20 - 50 cm
> 50 cm
-
4
Titik 14
0 - 55 cm
55 – 75 cm
 > 75 cm
-
4
Titik 15
0 - 58 cm
58 – 70 cm
> 70 cm
-
4
Titik 16
0 - 60 cm
60 – 85 cm
> 85 cm
-
4
Titik 17
0 - 60 cm
60 – 85 cm
> 85 cm
-
4
Titik 18
0 - 65 cm
65 – 85 cm
> 85 cm
-
4
Titik 19
0 - 67 cm
67 – 92 cm
> 92 cm
-
4
Titik 20
0 - 65 cm
60 – 90 cm
> 90 cm
-
4
Titik 21
0 - 70 cm
70 – 102 cm
> 102 cm
-
4
Titik 22
0 - 67 cm
67 – 110 cm
> 110 cm
-
4
Titik 23
0 - 73 cm
73 – 119 cm
> 119 cm
-
4
Titik 24
0 - 76 cm
76 – 180 cm
> 180 cm
-
4
Titik 25
0 - 75 cm
75 – 203 cm
> 203 cm
-
4
Titik 26
0 - 80 cm
80 - 280 cm
> 280 cm
-
4
Titik 27
0 - 70 cm
70 - 260 cm
> 260 cm
-
4
Titik 28
0 - 80 cm
80 - 250 cm
> 250 cm
-
4
Titik 29
0 - 90 cm
90 - 210 cm
> 210 cm
-
4
Titik 30
0 - 90 cm
90 - 260 cm
> 260 cm
-
4
Titik 31
0 - 90 cm
90 - 250 cm
> 250 cm
-
4
Titik 32
 0 - 100 cm
100 - 290 cm
> 290 cm
-
4
Titik 33
0 - 90 cm
90 - 250 cm
> 250 cm
-
4
Titik 34
0 - 90 cm
90 - 250 cm
> 250 cm
-
4
Titik 35
 0 - 100 cm
100 - 280 cm
> 280 cm
-
4
Titik 36
0 - 100 cm
100 - 290 cm
> 290 cm
-
4
Titik 37
 0 - 80 cm
80 - 270 cm
> 270 cm
-
4
Titik 38
0 - 90 cm
90 - 290 cm
> 290 cm
-
4
Titik 39
0 - 80 cm
80 - 290 cm
> 290 cm
-
4
Titik 40
0 - 80 cm
80 - 280 cm
> 280 cm
-
4

Pada penetapan pH ada perbedaan suspensi untuk mengukur pH, kita dapat menggunakan alat yang disebut pH meter atau juga menggunakan dengan kertas lakmus., tanaman pertanian mempunyai respon yang berbeda terhadap pH. Kebanyakan tanaman tumbuh baik pada tanah dengan pH 6 – 6,5. Reaksi tanah dapat digunakan untuk memberantas penyakit-penyakit pada tanaman yang kurang peka terhadap pH dibandingkan dengan tanamannya (Poerwowidodo, 1992).
Dari hasil yang didapat, kisaran kedalaman tanah pada lapisan 1 yaitu berkisar antara 0 – 100 cm, lapisan 2 berkisar antara 7 – 290 cm, lapisan 3 lebih dari 290 cm. Kedalaman lapisan tanah pada daerah rawa bervariasi tergantung ketebalan dari tumbukan sisa-sisa tanaman dan mineral yang terdekomposisi. Kedalaman lapisan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lapisan tersebut sering digunakan untuk budidaya tanaman, kandungan air tanah dan kedalaman drainase.
          Berdasarkan hasil praktik lapangan yang dilakukan didapat bahwa rata – rata tanah memiliki pH 4 yang termasuk dalam kriteria masam. Hal ini disebabkan karena tanah pada lahan praktik lapangan mengalami pencucian yang tinggi, selain itu juga tanah- tanah tersebut terdapat tanah gambut, sedangkan tanah gambut merupakan tanah yang memiliki pH tanah yang masam.
          Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap ketersediaan hara bagi tanaman. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam ini memungkinkan adanya unsur -unsur, misalnya Al, Mn dan Fe yang bersifat toksik bagi tanaman, sehingga tanaman dalam penyerapan unsur hara menjadi terganggu, akibatnya tanaman bisa mati. Untuk mengurangi kemasaman tanah dapat dilakukan dengan pengapuran.
            Adapun sebab-sebab yang dapat menyebabkan tanah bereaksi masam antara lain berhubungan dengan adanya ion H+, unsur Al, terjadinya desosiasi gugus fungsional dari bahan organik, dan pemakaian pupuk yang berfisiologis masam secara terus-menerus. Selain itu daerah yang bercurah hujan tinggi memiliki tanah yang masam karena tercucinya kation- kation basa yang ada pada tanah sehingga pH menjadi rendah.


Tabel 4. Pengamatan lapangan struktur, warna Distrik S. baung Transek 1
Titik
Sampel
Struktur
Warna
Lap I
Lap II
LapIII
Lap IV
Lap I
Lap II
Lap III
Lap IV
Titik 1
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 2/1
10 YR 5/2
10 YR 5/4
-
Titik 2
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 4/1
10 YR 5/4
10 YR 6/3
-
Titik 3
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 5/4
10 YR 5/2
-
Titik 4
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 4/2
10 YR 3/3
10 YR 5/3
-
Titik 5
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 4/1
10 YR 5/3
10 YR 5/3
-
Titik 6
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 3/1
10 YR 5/4
10 YR 5/3
-
Titik 7
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 3/2
10 YR 5/4
10 YR 5/3
-
Titik 8
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 4/3
10 YR 5/2
10 YR 5/1
-
Titik 9
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 2/1
10 YR 4/1
10 YR 5/3
-
Titik 10
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 3/2
10 YR 7/3
10 YR 4/3
-
Titik 11
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 7/3
10 YR 4/2
-
Titik 12
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 3/1
10 YR 3/2
10 YR 6/3
-
Titik 13
Massif
Massif
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/3
10 YR 6/3
-
Titik 14
-
Massif
Massif
-
10 YR 2/3
10 YR 4/2
10 YR 6/3
-
Titik 15
-
Massif
Massif
-
10 YR 2/3
10 YR 5/3
10 YR 6/3
-
Titik 16
-
Massif
Massif
-
10 YR 2/3
10 YR 5/1
10 YR 5/3
-
Titik 17
-
Massif
Massif
-
10 YR 2/3
10 YR 5/3
10 YR 5/3
-
Titik 18
-
Massif
Massif
-
10 YR 3/3
10 YR 5/2
10 YR 6/3
-
Titik 19
-
Massif
Massif
-
10 YR 2/3
10 YR 5/1
10 YR 6/3
-
Titik 20
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/3
10 YR 5/2
-
Titik 21
-
-
Massif
-
10YR 2/1
10 YR
3/3
10 YR 5/1
-
Titik 22
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 6/1
-
Titik 23
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/3
10 YR 5/1
-
Titik 24
-
-
Massif
-
10 YR 3/2
10 YR 2/3
10 YR 4/1
-
Titik 25
-
-
Massif
-
10 YR 3/3
10 YR 2/3
10 YR 5/1
-
Titik 26
-
-
Massif
-
10 YR 3/2
10 YR 2/3
10 YR 5/1
-
Titik 27
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 5/3
-
Titik 28
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 5/1
-
Titik 29
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 5/2
-
Titik 30
-
-
Massif
-
10 YR 3/2
10 YR 4/1
10 YR 5/2
-
Titik 31
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 4/2
-
Titik 32
-
-
Massif
-
10 YR 2/1
10 YR 3/2
10 YR 5/1
-
Titik 33
-
-
Massif
-
10 YR 2/2
10 YR 3/2
10 YR 5/1
-
Titik 34
-
-
Massif
-
10 YR 3/1
10 YR 3/2
10 YR 5/1
-
Titik 35
-
-
Massif
-
10 YR 2/1
10 YR 3/1
10 YR 5/1
-
Titik 36
-
-
Massif
-
10 YR 2/1
10 YR 2/2
10 YR 4/2
-
Titik 37
-
-
-
-
10 YR 2/1
10 YR 3/1
10 YR 4/2
-
Titik 38
-
-
-
-
10 YR 2/1
10 YR 3/1
10 YR 5/2
-
Titik 39
-
-
-
-
10 YR 2/1
10 YR 3/1
10 YR 5/1
-
Titik 40
-
-
-
-
10 YR 2/1
10 YR 3/2
10 YR 4/2
-

Struktur tanah adalah sifat fisik tanah sekaligus ciri-ciri tanah yang menunjukkan keterikatan butir tanah yang satu dengan butir tanah yang lain. Pengelompokan dilakukan dengan membedakan bentuk dan susunan agregat tanah menjadi glanular, tiang, remah, prisma, butir, kubus, lepas.
            Pada praktik lapangan ini, pada lapisan I ttik 1 – 13 memiliki struktur masif, titik 14 – 40 tidak memiliki struktur, karena pada titik tersebut merupakan tanah gambut.  Pada lapisan II titik 1 – 19 memiliki struktur masif dan pada titik 20 – 40 tidak memiliki struktur dikaranakan pada titik tersebut merupakan tanah gambut. Pada lapisan III titik 1 – 36 memiliki struktur massif sedangkan titik 37 – 40 masih di temukan gambut jadi tidak memiliki struktur.
Struktur  massif  dihasilkan  dari  proses  reduksi terjadi pada lapisan atasnya atau tanah tersebut sering tergenang sehingga tanah tersebut menjadi tempat penimbunan partikel-partikel liat yang terbawa oleh air akibat erosi. Tanah yang berstruktur masif juga dapat di tentukan dengan cara di genggam dengan tangan, yang lembek jika basah dan keras jika kering atau apabila dilumat dengan air dapat membentuk pasta disebut juga tanpa struktur, hal inilah yang menyebakan tanah-tanah di daerah rawa berstruktur massif
Warna tanah adalah sifat yang paling jelas dan mudah ditentukan, dimana ditentukan dengan cara membandingkan dengan warna baku yang tedapat pada Munsell Soil Color Chart. Sedangkan penentuan tanah di lapangan meliputi penetapan warna dasar tanah ( matiks ), warna plinthit, dan warna humus ( Hadjowigeno, 1993).
Pada lahan praktik lapangan ini, warna tanah pada lapisan I cinderung menunjukkan warna yang lebih gelap dengan ukuran rata- rata 10YR 2/1, 2/2 3/2, 3/3, ini d karekan lapisan I lebih banyak mengandung kandungan organik sehingga warna tanah cinderung mengarah ke gelap. Sedangkan pada tanah lapisan II, memliki ukuran warna sedikit terang rata- rata 10 YR 3/2, 3/3/ 4/1, 5/1 di bandngkan lapisan I, karena pada lapisan ini pencucian air tanah lebih tinggi di bandingkan lapisan di atasnya. Pada lapisan III tanah memiliki warna yang lebih terang di bandingkan lapisan I dan II, hal ini di karenakan adanya pencucian tinggi pada lapisan tersebut, warna tanah berkisar 10 YR  4/1, 5/1. 6/1, 6/3 yang menunjukkan kandungan warna tanah terang.  
Tabel 5. pengamatan lapangan kedalaman gambut,  kematangan gambut Distrik S. baung Transek 1
Titik
Sampel
Kedalaman Gambut
(cm)
kematangan gambut
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
Titik 1
-
-
-
-
-
Titik 2
-
-
-
-
-
Titik 3
-
-
-
-
-
Titik 4
-
-
-
-
-
Titik 5
-
-
-
-
-
Titik 6
-
-
-
-
-
Titik 7
-
-
-
-
-
Titik 8
-
-
-
-
-
Titik 9
-
-
-
-
-
Titik 10
-
-
-
-
-
Titik 11
-
-
-
-
-
Titik 12
-
-
-
-
-
Titik 13
-
-
-
-
-
Titik 14
50
Fibrik
-
-
-
Titik 15
50
Fibrik
-
-
-
Titik 16
50
Fibrik
-
-
-
Titik 17
80
Fibrik
-
-
-
Titik 18
150
Fibrik
-
-
-
Titik 19
70
Fibrik
-
-
-
Titik 20
125
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 21
250
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 22
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 23
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 24
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 25
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 26
280
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 27
260
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 28
250
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 29
210
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 30
260
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 31
250
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 32
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 33
250
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 34
250
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 35
280
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 36
290
Fibrik
Hemik
-
-
Titik 37
270
Fibrik
Hemik
Fibrik
-
Titik 38
290
Fibrik
Hemik
Fibrik
-
Titik 39
290
Fibrik
Hemik
Fibrik
-
Titik 40
280
Fibrik
Hemik
Fibrik
-

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).
Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%. Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa (Agus  et al., 2008).
Pada lahan praktik lapangan ini, kedalaman gambut berkisaran 50 cm – 290 cm, pada lapisan I titik 14 – 40 tingkat kematangan gambutnya fibrik (mentah), karena pada lapisan I masih banyak mengandung serasa-serasa yang terdekomsisi kurang sempurna, masih banyak terdapat serabut-serabut dan bahan asalnya masih bisa dikenali. Pada lapisan II titik 20 – 40 memiliki tingkat kematangan gambutnya hemik (setengah matang), pada lapisan ini merupakan lapisan lanjut, dimana tingkat dokomposisi tanamannya mendekati sempurna.
Pada lapisan III titik 37- 40 memiliki tingkat kematangan gambut fibrik (mentah) yang lebih mentah dibandingkan lapisan II. Hal ini dikarenakan oleh pengolahan tanah dan konversi tanah gambut menjadi lahan budidaya pertanian yang menyebabkan sebagian dari gambut hemik yang sudah setengah melapuk yang berada di lapisan bawah terangkat ke permukaan sehingga lapisan II mempunyai tingkat kematangan hemik. Sedangkan lapisan fibrik yang semula berada di lapisan atas yang baru terbentuk dan belum melapuk, berada di bawah lapisan hemik karena tertimbun oleh lapisan tersebut sehingga lapisan III mempunyai tingkat kematangan fibrik.
Semakin tebal gambut, semakin penting fungsinya dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan, dan sebaliknya semakin ringkih (fragile) jika dijadikan lahan pertanian. Pertanian di lahan gambut tebal lebih sulit pengelolaannya dan mahal biayanya karena kesuburannya rendah dan daya dukung (bearing capacity) tanahnya rendah sehingga sulit dilalui kendaraan pengangkut sarana pertanian dan hasil panen. Gambut tipis, tetapi berpotensi sulfat masam (mempunyai lapisan pirit relatif dangkal), juga sangat berbahaya kalau dikonversi menjadi lahan pertanian (Agus,  2009).


DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., T. June, H. Komara, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu, dan E. Susanti. 2008. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dari Lahan Perkebunan. Laporan Tahunan 2008, Konsorsium Litbang Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.

Agus, F. 2009. Cadangan karbon, emisi gas rumah kaca dan konservasi lahan gambut. Prosiding Seminar Dies Natalis Universitas Brawidjaya ke 46, 31 Januari 2009, Malang.

Arisman, H dan Eko B. Hardiyanto, 2005. Acacia mangium – Perkembangan Budidayanya. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada Hutan Tanaman Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 1- 6

Buckman dan Brady, N.C. 1982. The Nature and Properties of Soil. The Mac Millan Public W. Inc. New York

Donahue, N.R., R.W. Miller and J.C, Shield. 1977. Soil Introductory to Soil and Plant Growth. Prentice Hall.  New Jersey.

Engelstad, O.P. (ed). 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Gadjah Mada University Press

Hakim, N., A. M. Lubis., S.G Nugroho., M.R Saul., M.A. Diha dan G. B. Hong. 1989. Dasar-dasar Ilmu Tanah. BKS. PTN/USAID W.U.A.E. Project. Lampung.

Hanafiah, K. A. 1992. Intervensi dan Adaptasi Budidaya Dalam Ameliorasi Lahan Rawa untuk Pertanian. Seminar Nasional Pemanfaatan Potensi Lahan Rawa untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1993. Kalasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Jansen, J.A.M., Andriesse, and Alkusuma. 1994. Manual for soil survey in coastal lowlands.Lawoo/ AARD

Kurniawan, 2008. publikasi tulisan ilmiah kehutanan. Balai penyakit pada Aksaia mangium serta alternatif pengendaliannya. Balai penelitian kehutanan Palembang
Lee, S. 2002. Overview of the Heartrot Problem in Acacia-Gap Analysis and Research Opportuniosties. pp.18-21 In: K. Barry (Ed.), (Peny.) Heartrots in Plantations Hardwoods in Ind. And Autralia. ACACIAR Technichal Report 5Ie, CSIRO Publishing, Canbera.

Lillesand, Th. M. and Ralph W. Keifer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation . John Willey and Sons. New York.

Poerwowidodo. 1992. Metoda Selidik Tanah. Universitas Nasional. Surabaya
Risza, S. 1994. Budidaya Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktifitas. Kanisius. Yogyakarta.

Sjarkowi, F dan A Noerdin. 1989. Beberapa potensi tentang potensi/aspek tanah daerah lebak/ rawa di Sumatera Selatan. Makalah pada Simposium Pemanfaatan Potensi Daerah Lebak. Palembang. 1978.

Sumarwoto, O. 1989. Tekanan terhadap lingkungan, khususnya lahan dan tanggung jawab terhadap dunia industri. Managemen Industri.

Soepraptohardjo, M. and P.M. Dreissen. 1976. The lowland and peat of Indonesia, a challenge for the fure. In peat and Podsolic Soils and their Pottntial foe Agriculture in Indonesia. Bull. Soil Res. Inst., Bogor, 3: 11-19.

Susanto. R.H. 1996. Pengantar Fisika Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Sutanto, R. 1998. Inventarisasi Teknologi Alternatif Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Fakultas Pertanian UGM. Yogayakarta.

Tejasukmana, B.S., Wawan K. Harsanugraha, Ratih Dewanti, dan Kustiyo. 1994. ProspekPemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Rasionalisasi Data PenggunaanSumberdaya Lahan. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan di Cisarua, 9-11 Februari,1999.

Tjiptrosoepomo, G. 1988. Taksonomi tumbuhan. Gadjah mada university press. Yogyakarta.

Widjaja-Andhi, I P. G. 1984. Masalah tanaman di tanah gambut. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Young, Antony. 1976. Tropikal Soils and Soil Survey. Cambridge University Press. Cambridge.





1 komentar:

  1. Sure 2 Odds Prediction : 100% sure 2 - Topbet dafabet dafabet カジノ シークレット カジノ シークレット 605The Hard Rock Casino | Sloto Cashier®

    BalasHapus